Kamis, 25 Februari 2010

Strategi Kluster

Dalam bahasa sederhana kluster atau cluster berarti kelompok. Dalam konteks pembangunan, istilah kluster lebih merujuk pada aspek ekonomi. Menurut Porter dalam Sakuramoto (2004) cluster adalah sekelompok usaha dan lembaga terkait yang berdekatan secara geografis, memiliki kemiripan yang mendorong kompetisi serta juga bersifat complementaris. Kedekatan geografis ini pada tahap awal akan memacu kompetisi dan kemudian mendorong adanya spesialisasi dan peningkatan kualitas serta mendorong inovasi dan diferensiasi pasar. Jelas bahwa pengertian di atas lebih menekankan pada fenomena ekonomi, dan faktor kedekatan geografis menjadi ciri utama sebuah kluster. Ia dapat saja berbentuk sebuah kemiripan dalam konteks produksi, tapi juga dapat dipandang pada kemiripan-kemiripan lainnya asalkan memiliki kedekatan secara geografis.

Tidak ada batasan yang pasti mengenai kedekatan geografis dari kluster. Kluster dapat berupa sebuah kawasan tertentu, sebuah kota, sampai wilayah yang lebih luas. Bahkan menurut Porter (2000) kluster juga dapat berupa sebuah wilayah lintas negara seperti Southern Germany dengan wilayah Swiss yang berbahasa Jerman. Yang penting adalah bagaimanakah kriteria geografis bagi terbentuknya sebuah kluster. Menurut Hartarto (2004:37) kriteria geografisnya terletak pada apakah efisiensi ekonomi atas jarak tersebut ada dan mewujud serta menguntungkan atau tidak. Sebuah kluster tentunya harus memiliki karakteristik yang relatif sama, sehingga aktifitas internalnya akan lebih efisien karena memiliki kedekatan secara geografis. Schmitz dan Nadvi (1999) menulis bahwa kedekatan geografis mempermudah dalam menciptakan keterkaitan yang saling menguntungkan dalam sebuah kluster. Kluster mengandaikan manfaat ekonomis atas wilayah yang sama (economies of localization) sehingga kluster harus diarahkan sesuai karakteristik lokal.

Sebagai sebuah strategi maka clustering merujuk bahwa ia dibentuk secara sadar dan terorganisir. Clustering merujuk pada fenomena bahwa keping-keping tidak tersebar secara random tapi sengaja diorganisir dalam sebuah wilayah tertentu. Pembentukan kluster dilandasi atas kepentingan-kepentingan tertentu, yang pada umumnya diarahkan untuk kemajuan suatu wilayah dari sisi ekonomi. Lima kluster kepulauan yang telah dibentuk Pemerintah Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro yakni kluster Siau, kluster Tagulandang, kluster Biaro, kluster Makalehi, dan kluster Buhias Pahepa, merupakan langkah progresif dalam memacu percepatan pembangunan di daerah ini. Dengan pembentukan lima kluster tersebut maka dapat membantu pemerintah daerah dalam mengfokuskan kegiatan pembangunan sesuai karakteristik setiap kluster dan juga mempermudah masyarakat dalam memperoleh pelayanan publik. Lebih dari itu, karena pembentukan kluster dapat meningkatkan intensitas kegiatan pembangunan, maka akan menjadi stimulus bagi pergerakan ekonomi baik mikro maupun makro.

Persoalannya adalah apakah kriteria geografis dalam pembentukan lima kluster tersebut telah terpenuhi. Dengan kata lain, apakah efisiensi ekonomi ada dan mewujud dalam setiap kluster serta menguntungkan atau tidak. Kedekatan geografis tidak dapat dikatakan memiliki dampak positif, bila tidak membawa keuntungan ekonomis bagi setiap pulau dalam sebuah kluster dan juga keuntungan secara kumulatif sebagai dampak adanya interaksi antar kluster. Istilah kluster tidak hanya dipahami dalam bahasa sederhana, atau hanya dipahami sebagai kelompok atau pengelompokkan, tapi juga dipahami sebagai bagian dari sebuah proses untuk kemajuan secara ekonomi.

Kebijakan pengembangan wilayah melalui strategi kluster, tidak akan terlepas dari konsep tata ruang wilayah. Dalam konteks tata ruang menurut Freidmann (1998) wilayah dibagi menjadi dua, yaitu wilayah inti atau pusat (centre) dan wilayah pinggiran (periphery). Suatu wilayah akan berkembang pesat bila terdapat interaksi yang saling menguntungkan antara pusat dan pinggiran. Pengembangan kluster dapat dilakukan secara optimal bila tercipta interaksi yang saling menguntungkan antara pusat dan pinggiran di dalam sebuah kluster. Sebagai sebuah kluster, maka pusat dan pinggiran akan terbentuk secara alamiah sesuai kondisi geografisnya atau secara sengaja dibentuk melalui kebijakan pemerintah daerah dengan membangun fasilitas infrastruktur untuk kebutuhan publik di wilayah yang akan menjadi pusat. Selain itu, yang diperlukan adalah memetakan keterkaitan faktor-faktor produksi antar pulau di dalam sebuah kluster sehingga interaksi pusat-pinggiran dapat terwujud dan menguntungkan secara ekonomi.

Keterkaitan antar kluster sangatlah menentukan berkembangnya sebuah kluster. Untuk itu, hal penting yang perlu dilakukan adalah menganalisis interaksi antar kluster. Adisasmita (2005:79) mengemukakan dua bentuk interaksi antar wilayah yakni arus pergerakan faktor produksi, dan arus pertukaran komoditas. Setiap kluster memiliki karakteristik tersendiri sehingga sifat complementaris akan mendukung percepatan pembangunan di setiap kluster. Yang dibutuhkan adalah bagaimana memenej sehingga aktifitas saling melengkapi ini dapat tetap berlangsung. Keunikan setiap kluster ditandai dengan spesialisasi secara sektoral. Bila setiap kluster memiliki sektor unggulannya masing-masing, maka akan tercipta arus pergerakan faktor produksi dan arus pertukaran komoditas sebagaimana dikemukakan Adisasmita diatas. Untuk itu, prioritas pembangunan daerah adalah prioritas pembangunan setiap kluster. Artinya sektor unggulan di sebuah kluster akan menjadi prioritas pembangunan di kluster tersebut, demikian juga bagi kluster-kluster lainnya.

Disamping itu, diperlukan adanya pemerataan dalam pembangunan, diantaranya dengan mengadopsi konsep balance growth yang oleh banyak negara ditetapkan sebagai strategi pembangunannya. Balance growth atau pertumbuhan seimbang diinterpretasikan bahwa wilayah-wilayah miskin berkembang lebih cepat dari pada wilayah-wilayah kaya, sehingga tingkat pendapatannya cenderung menjadi sama pada masa depan. Pembentukan kluster tentunya juga ditujukan untuk meratakan pembangunan di seluruh pelosok daerah ini. Kluster-kluster yang cenderung lebih “miskin” dan “terpencil” seperti kluster Biaro, kluster Makalehi, dan kluster Buhias Pahepa perlu mendapatkan penanganan khusus agar laju pertumbuhannya kedepan akan sama dengan dua kluster lainnya.

Beberapa hal yang dapat disimpulkan dari uraian sederhana diatas adalah pertama, kondisi geografis daerah ini membuat strategi kluster menjadi sangatlah tepat untuk dioperasionalkan, kedua, interaksi pusat-pinggiran dalam sebuah kluster perlu lebih diwujudkan baik melalui pembangunan infrastruktur maupun dengan mempermudah dan membantu dunia usaha di wilayah yang menjadi pusat, dan ketiga, adalah meningkatkan nilai tambah sektor-sektor unggulan pada setiap kluster dengan menjadikannya sebagai sektor prioritas.


Daftar Bacaan
Adisasmita Raharjo,H., 2005, Dasar-Dasar Ekonomi Wilayah, Penerbit Graha Ilmu, Yogyakarta.
Freidmann, J., 1998, Regional Policy: Reading ini Theory and Apllications, Cambridge, Massachusetts, the MIT press.
Hartarto, A, 2004, Strategi Clustering dalam Industrialisasi Indonesia, Penerbit Andi, Yogyakarta.
Sakuramoto, Carlos Yuji, and Di Serio, Luiz Carlos, 2004, Automotive Cluster in Brazil, Cancun, Mexico.
Porter, Michael E, 2000, Location, Competition, and Economic Development Local Clusters in a Global Economy, Economic Development Quarterly, Vol.14 No.1, Sage Publication Inc.
Schmitz,H. and Nadvi K, 1999, Clustering and Industrialization in industrial clusters in developing countries, World Development, Vol.27 No.9, Oxford.

Tidak ada komentar: