Minggu, 05 Juli 2009

Kota Untuk Belajar Kesabaran

Kali ini misi yang saya emban adalah menyampaikan proposal di dua departemen. Proposal bantuan mesin pengolah sirup dan anggur pala di departemen perindustrian, dan proposal pembangunan pasar tradisional berlantai di departemen perdagangan. Saya tiba di Jakarta siang itu pukul 11.00 WIB dengan menumpang pesawat Boing 737 milik meskapai penerbangan Lion Air dan langsung menunju hotel. Karena hari minggu maka kegiatan saya dan beberapa pejabat Pemkab Sitaro tentu "cuci mata" sambil menikmati suasana Jakarta yang sebetulnya pengap kecuali suasana malamnya yang mungkin lebih bergairah.
Keesokan harinya kami fokus pada misi yang diemban. Sebagaimana komunikasi sebelumnya via handphone dengan beberapa pejabat yang saya kenal di kedua departemen tersebut, maka sasaran pertama saya adalah departemen perindustrian yang terletak di kawasan Gatot Subroto. Dengan menggunakan taxi saya menyusuri jalanan Jakarta yang banyak macetnya. Jakarta memang kota untuk belajar kesabaran. Sebelum naik lift menunju lantai 14, saya memastikan orang yang akan saya temui ada di tempatnya. Sayang jawaban yang saya peroleh melalui handphone usang ku Nokia 6020 cukup mengecewakan "maaf Pak Eddy saya lagi mengerjakan pekerjaan yang sangat mendesak di rumah, silahkan dititip saja proposalnya kepada TUnya". Walau kecewa, saya tetap mengikuti yang disarankan tadi. Tidak sulit menemui pegawai TU di Direktorat Industri Pangan itu. Saya diterima dengan baik dan tanpa banyak berbasa-basi langsung saya serahkan proposal dimaksud dan pamit kepada seluruh pegawai di bagian tata usaha itu. Mungkin saya harus lebih bersabar agar bisa bertemu dengan pejabat yang bersangkutan karena perlu pembicaraan-pembicaraan yang lebih detil guna meloloskan proposal dimaksud. Akan saya coba untuk menghubunginya nanti.
Karena masih tersisa cukup waktu, saya meninggalkan departemen yang dipimpin Fahmi Idris itu dan menuju ke departemen perdagangan. Disana saya telah ditunggu oleh Ibu Joice Jacobs yang ibunya asli Siau dan kebetulan adalah staf Biro Perencanaan Setditjen Perdagangan Dalam Negeri. Melalui Ibu Joice saya dipertemukan dengan Kepala Bagian Tata Usaha Biro Perencanaan. Kami berbicara panjang lebar tentang barbagai hal termasuk menyangkut pembangunan beberapa pasar di Kab. Sitaro yang telah dilaksanakan sebelumnya. Lima rangkap proposal telah diterima dan akan diteruskan untuk diproses lebih lanjut. Pak Jail, begitu beliau disapa oleh rekan-rekannya, cukup familiar, sehingga walauw baru pertama bertemu sudah terasa lebih akrab. Beliau berjanji akan memberikan informasi perkembangan proposal yang diajukan termasuk pejabat-pejabat yang harus ditemui nanti. Setelah menghabiskan segelas kopi yang disuguhkan saya pamit dan kembali ke hotel tempat saya dan beberapa pejabat menginap. Untuk sementara misiku di departemen perdagangan berjalan lancar, semoga kedepan akan lebih menggembirakan.
Berkali-kali saya coba menghubungi pak Lukman Lubis namun hp-nya off. Mungkin beliau memang lagi sibuk, atau memang tidak mau dihubungi dengan alasan yang tak jelas. Saya teringat seseorang yang bernama Arifin mungkin salah satu Kepala Seksi di Ditjen Industri Pangan. Kami sepakat untuk bertemu di Kantin Departemen Perindustrian. Pria paruh baya itu mengaku berasal dari Enrekang Sulawesi Selatan dan masih ada ikatan keluarga dengan Ibu Aryanti Baramuli Putri. Sambil menikmati nasi goreng kami ngobrol tentang banyak hal. Saya terkesan dengan logat-nya yang mirip JK capres dari Partai Golkar. Dia menerima proposalku sambil meyakinkan akan membantu prosesnya. Namun mungkin merasa terbeban dengan proposal tersebut, dia mengajakku menemui seseorang di bagian program yang dia katakan Ibu Nurhayati Gobel. Saya menurut saja, dan kami naik lagi ke lantai 14 tempatku menyerahkan proposal ke bagian tata usaha sebagaimana disarankan Pak Lukman Lubis.
Singkat kata, saya disuruh menunggu sang Ibu selesai makan, sedangkan Pak Arifin kembali ke tempatnya karena ditunggu pak Direktur. Selesai makan ibu itu menemuiku di sofa dekat ruangan TU. Saya tak menyangka penjelasannya seperti itu. "Kami tidak lagi menerima proposal, sebaiknya bapak ke biro perencanaan untuk minta penjelasan tentang penyusunan Kompetensi Inti Industri Daerah". Saya katakan bahwa proposal ini disampaikan berdasarkan hasil Rapat Kerja Departemen Perindustrian dengan para Kepala Dinas se Indonesia Timur di Manado, dan hasil konsultasi saya sebelumnya dengan para pejabat Ditjen Industri Pangan termasuk dengan Pak Lukman Lubis bulan Maret yang lalu. Mungkin karena terdesak dengan keterangan saya, sang Ibu berkata "Saya bisa menerima proposal itu, tapi tidak menjadi prioritas". Selanjutnya penjelasan-penjelasannya lebih ngawur lagi. Saya kecewa ada orang departemen seperti itu. Untuk menghindar agar tidak berdebat lebih sengit lagi dengan Ibu itu, akhirnya saya menyampaikan terima kasih karena ibu telah menerima saya dan memberikan penjelasan walaupun sangat membingungkan dan mengecewakan saya. Sambil berjalan dan menuruni lift saya meninggalkan kantor departemen yang megah itu. Lagi lagi saya berusaha bersabar, dan lagi-lagi saya berkata dalam hati "Jakarta memang kota untuk belajar kesabaran".



1 komentar:

Johny Tamus mengatakan...

Nilai dari sebuah Kesabaran adalah Penguasaan Diri dan Pengenalan Diri yang lebih dalam

Nilai dari sebuah Kesabaran adalah Kesadaran bahwa segala sesuatu "ada yang atur", pasrah padaNya

Nilai dari sebuah Kesabaran adalah Kebijaksanaan dalam Pengambilan Keputusan

dan Akhirnya Nilai dari sebuah Kesabaran adalah Belajar lebih tekun dan disiplin

johny.tamus@gmail.com